Vincent Liong answer to cynthapd :
Sdr Cynthapd, anda mencecar saya seperti ini hingga saya terpaksa
membuka apa yang saya tutupi selama ini, meskipun menyakitkan tetapi
saya harus membuka faktanya.
Sejak awal kompatiologi dibuat hingga jadi sampai update versi yang
saat ini digunakan tidak pernah dibuat produk bernama rekon sebagai
penyeimbang dekon. Kata dekon itu sendiri muncul karena beberapa
diantara praktisi kompatiologi yang adalah orang yang suka teori
menganggap ada hubungan antara kompatiologi dengan dekonstruksi.
Awalnya kompatiologi disebut kompatiologi saja bukan
dekon-kompatiologi hingga akhirnya istilah dekon lebih asik digunakan
daripada istilah kompatiologinya sendiri.
Istilah Rekon muncul tiba-tiba dari Leonardo Rimba sahabat saya yang
mengatakan ke saya bahwa ia membuat produk yang mengisi kekurangan
kompatiologi yang bernama rekon. Saya memberi kesempatan kepada mas
Leonardo Rimba untuk memanfaatkan fenomena keingintahuan orang atas
kompatiologi karena saya sudah dua tahun bersahabat dengannya;
meskipun ada keseombongan di sini bahwa Leonardo Rimba tidak pernah
mau terlibat dengan penelitian kompatiologi, juga tidak mau belajar
mendalami kompatiologi sebelum mengatakan membuat penyempurnanya
maunya disejajarkan secara pararel dengan saya. Saya sempat berusaha
menutupi masalah ini karena keinginan saya untuk memberi kesempatan
kepada mas Leonardo Rimba untuk mengembangkan sesuatu dari nol yang
saya tidak tahu bentuknya daripada sekedar melayani ramal-meramal yang
menghibur tetapi tidak mendidik masyarakat.
Saya cukup sedih ketika jalan-jalan ke Solo kemarin baru sadar bahwa
kesempatan yang saya berikan dimanfaatkan untuk menjatuhkan
kompatiologi dengan mempropagandakan ke orang-orang bahwa hasil
kompatiologi itu orang menjadi benar-benar binatang, error,
kompatiologi membahayakan orang-orang dan Vincent Liong tidak pernah
memperbaiki kesalahannya, tulisan-tulisan Vincent Liong juga dibuat
hanya untuk membuat orang menjadi error. Saya mendapat cacimaki
dibentak-bentak secara pribadi dari tiga orang yang pergi bersama kami
dimana Leonardo Rimba yang memanasinya di sepan saya dengan
menjelaskan pribadi saya yang sangat tidak bertanggungjawab terhadap
masyarakat. Saya pasrah saja, sampai hari ini Leonardo Rimba belum
meminta maaf kepada saya malahan mempropagandakan hal-hal yang
sifatnya ideal seperti egoless, ya itu pilihan dia. Rekon sendiri
belum ada metodologi standart-nya (maka dari itu tidak bisa belajar
lalu menjadi pengajar secara massal seperti kompatiologi) selain
inisiasi yang membuat ada rasa berdenyut-denyut di dekat pineal dan
ceramah-ceramah (penanaman keyakinan / believe system tertentu) secara
verbal.
---
Membahas kompatiologi dengan berandai-andai itu susah-susah gampang.
Saya mengatakan bahwa rekon terjadi bukan di proses instalasi tetapi
adalah lanjutan yang secara otomatis terjadi setelah proses yang saat
ini disebut dekon-kompatiologi. Pada proses dekon pun telah
dipersiapkan trigger untuk terjadinya rekonstruksi dengan menyetrakan
mekanisme alat ukur yang diinstalasi pada saat dekon. Maka dari itu
meskipun istilahnya dekon proses rekonstruksi terjadi secara otomatis
mulai saat selesai acara dekon / kompatiologi itu sendiri.
---
Apakan proses "dekon" / "rekon" ini bisa dilakukan pada para pelaku
kriminal supaya mereka bisa menjadi orang baik2?
Jawab: Dalam kompatiologi tidak ada menasehati atau menanamkan fear
tentang dosa, dlsb agar seseorang jadi baik. Yang bisa menjadi baik
atau tidak itu orangnya sendiri. Mekanisme alat ukur yang ditanamkan
saat dekon membuat pelaku mengukur konsekwensi dari setiap pilihan
diantara sekain banyak ranting di pohon faktor pilihan masa depan
kita. Jadi setidaknya if or then nya diketahui tinggal
menimang-nimbang konsekwensi apa yang siap dibayar untuk membeli
konsekwensi yang lain.
Ttd,
Vincent Liong
Jakarta, Kamis, 2 Agustus 2007
Email sebelumnya...
http://tech.groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/2209
--- In Komunikasi_Empati@yahoogroups.com, "cynthapd"
wrote:
>
> Setahu saya tujuan "dekon" dan "rekon" adalah sama2 untuk membentuk
> pribadi yg lebih baik.
> Berikut ini saya akan menyampaikan mengapa istilah "dekon" bisa
> terasa menyeramkan bagi saya :
> Seperti yg telah saya ungkapkan dlm posting sebelumnya, saya
> menggambarkan isi kepala orang yg akan di-dekon / di-rekon sebagai
> buku2 yg ditimbun begitu saja.
> Pada proses "dekon" maka timbunan buku itu akan diruntuhkan dan
> selanjutnya buku2 diletakkan hingga terlihat semua judulnya. Yg saya
> bayangkan timbunan buku itu mula2 berada pada satu sudut ruangan,
> kemudian buku2 diletakkan di lantai ruangan dengan menghadap ke atas
> semua sehingga judulnya mudah terbaca. Dlm proses "dekon" ini
> bagaimana menyusun buku2 tidak diurus, jadi buku2 itu terserak
> dilantai asalkan semua judulnya terbaca berarti proses "dekon" sudah
> selesai. Mengenai bagaimana cara menyusun rapi buku2 itu terserah
> pada pemilik buku. Sedangkan sejak awalnya para pemilik buku memang
> tidak cakap menyusun buku2 itu, maka proses penyusunan selanjutnya
> bisa berakibat macam2 a.l. sbb:
> 1.Orang2 itu berhasil merapikan buku2 itu dengan susunan buku dengan
> terbaca judulnya: ada yg memilah berdasarkan jenis buku, ada yg
> memilah secara alphabet, ada yg menggabungkan kedua cara itu, ada yg
> menyusun di salah satu sisi tembok ruangan, ada yg menggunakan
> keempat sisi tembok ruangan , dlsb…
> 2.Orang2 itu mengambil buku2 dengan judul yg menarik perhatiannya,
> menyusunnya disatu sisi ruangan itu dan menyapu buku2 sisanya ke
> sisi lain ruangan sehingga lagi2 membuat tumpukan yg jauh dari rapi.
> 3.Orang2 itu pusing melihat semua judul2 buku yg dimilikinya, dan
> menyapu semua buku itu ke sudut ruangan membuat timbunan buku yg
> mungkin lebih jelek dari awal.
>
> Dengan demikian maka tujuan untuk membentuk pribadi yg lebih baik
> hanya tercapai pada no.1 saja dan tidak terjadi pada no.2 dan no.3.
> Pada no.2 dan no.3 mungkin saja mereka menjadi pribadi yg bersikap
> lebih buruk dari sebelumnya, karena pada awalnya biarpun memiliki
> tumpukan buku yg tidak beraturan, bentuk itu sebuah konstruksi yg
> belum tentu bermasalah bagi mereka. Kemudian setelah tumpukan itu
> diruntuhkan dan mereka tidak berhasil merekonstruksinya sendiri,
> maka mereka akan membuat tumpukan lagi dlm bentuk sebuah konstruksi
> yg berbeda dengan tumpukan semula dan kontruksi ini bisa menjadi
> lebih buruk dan bermasalah bagi dirinya.Apabila para pen-dekon tidak
> membantu para klien-nya untuk merekonstruksi, maka artinya para pen-
> dekon tidak peduli apa akibat proses "dekon" ini. Hal ini yg
> terlihat menyeramkan bagi saya, karena proses "dekon" bukan sekedar
> ttg tumpukan buku, tetapi ttg suatu konstruksi memory manusia.
>
> Sedangkan dalam proses "rekon" semua buku ditata dengan rapi,
> sehingga si pemilik tidak perlu pusing2 lagi menyusun konstruksi
> baru. Mungkin saja proses "rekon" akan membentuk orang yg terlihat
> berkepribadian serupa, tetapi biar bagaimanapun juga tidak pernah
> akan sama, karena meskipun susunannya serupa, isi bacaan tiap orang
> tetap berbeda2.
>
> Sebetulnya saya bertanya2 apakan proses "dekon" / "rekon" ini bisa
> dilakukan pada para pelaku kriminal supaya mereka bisa menjadi orang
> baik2?
>
> Cyntha