Jumat, 29 Agustus 2008

Kubah Terbang

MassaAllah...hari gene masih ada kejadian seperti ini.. Apakah ini untuk dipertontonkan atawa pamer laduni umat Islam....?







Jumat, 22 Agustus 2008

Journey of Andikha

Muhammad Andikha Izza Taqiya, adalah putra ke-4 kami, lahir di Rumah Sakit Hermina Bogor pada tanggal 10 Mei 2007 melalui operasi Sesar.

Rabu, 20 Agustus 2008

Beberapa Catatan Tentang Ajaran Sufi

Nama dan ajaran Sufisme tidak pernah dikenal atau ada pada masa kehidupan Rasul Shallallaahu 'alaihi wa Salam, para shahabat dan Tabi'in. kemudian setelah itu muncul sekelompok orang zuhud yang mengenakan pakaian sangat sederhana yang disebut dengan shuf (kulit domba) dan dari situlah awal penamaan sufi. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa sufi berasal dari kata sufiya yang dalam buku-buku falsafah Yunani diartikan dengan hikmah. Yang jelas munculnya nama baru ini ternyata membawa dampak bagi kaum muslimin, dimana akhirnya ajaran Sufi ini pecah menjadi sekian banyak aliran (tharikat) dan sufi yang berkembang sekarang ini lebih banyak kebid'ahan dan pemyimpangannya dibanding pendahulunya.

Berikut ini penjelasan syaikh Muhammad bin Jamil Zainu tentang beberapa pokok ajaran sufi beserta tinjauannya dari pandangan Al Qur'an dan Sunnah. Ajaran sufisme memiliki tharikat yang sangat banyak, masing-masing mengklaim bahwa tharikatnya yang paling benar. Padahal Al Qur'an melarang itu semua sebagaimana dalam firman Allah, artinya: "Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (QS. Ar Rum :31-32) Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam juga menjelaskan bahwa tariqah atau jalan yang lurus hanyalah satu, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Ibnu Mas'ud.

Ajaran sufisme membolehkan berdoa kepada selain Allah, baik itu nabi, para wali yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Diantara mereka ketika beristighatsah ada yang mengucapkan: "Ya Syaikh Abdul Qadir Jailani, Ya Rifai atau ya Nabi kepadamulah kami bersandar dan minta pertolongan". Ini menyalahi firman Allah yang artinya: "Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim". (QS. 10:106).

Ajaran sufisme meyakini adanya Abdal (wali badal), Aqthab (wali kutub) dan wali-wali lain yang diserahi oleh Allah mengatur segala urusan dan perkara di alam ini. Padahal orang-orang musyrik saja sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur'an mengetahui bahwa yang mengatur semua urusan adalah Allah. Sebagian penganut sufisme meyakini wihdatul wujud (alam adalah satu kesatuan sebagai wujud Rabb), ittihad atau hulul (bersatunya hamba dengan rabb) sehingga tidak ada beda antara khaliq dan makhluk.

Ajaran ini disebarkan oleh Ibnu Arabi yang dalam penggalan syairnya ia berkata: "Hamba adalah Rabb dan Rabb adalah hamba". (Al Futuhat Al Makiyyah , Ibnu Arabi). Ajaran ini sangat keterlaluan karena orang yang musyrik atau sangat bodoh sekalipun akan bisa membedakan dirinya dengan Rabb (Tuhan). Sebagian kaum sufi mengajarkan zuhud dalam kehidupan, namun dengan cara meninggalkan sebab-sebab atau usaha dan jihad (berjuang) padahal Allah telah berfirman, artinya: " Dan carilah pada apa yang telah dianu-gerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu." (QS. 28:77) "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi." (QS. 8:60) Tingkatan ihsan dalam sufi adalah ketika mereka berdzikir (kepada Allah), mereka membayangkan syaikh mereka bahkan ketika shalat pun demikian, tidak jarang diantara mereka yang menghadap gambar syaikhnya ketika shalat. Ini bertentangan dengan makna hadits Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Ihsan adalah beribadah kepada Allah seolah-olah kita melihatNya.

Dalam tasawuf seseorang tidak boleh beribadah kepada Allah karena takut neraka dan karena mengharap surga. Padahal Allah memuji para Nabi yang berdoa kepadaNya karena mengharap surga dan karena takut akan SiksaNya. Firman Allah, artinya: "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo'a kepada Kami dengan harap dan cemas."(QS. 21:90), yakni mengharap surga dan cemas akan siksa dan adzab Allah. Ajaran Sufisme membolehkan mengeraskan suara dalam do'a atau zikir dan terkadang diiringi alat musik dan disertai tari-tarian sedang Allah telah berfirman, artinya: "Berdo'alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. 7:55) Sebagian kaum sufi tidak malu-malu menyebut nama khamar, mabuk, wanita dan jatuhcinta dalam syair-syairnya dan terkadang itu dibaca dalam acara-acara yang diadakan di masjid, sambil diiringi tepuk tangan dan teriakan-teriakan. Dalam Al Qur'an dijelaskan bahwa bertepuk tangan merupakan adat orang-orang musyrik dalam ibadah mereka. Firman Allah, artinya: "Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu." (QS. 8:35) Sebagian orang Sufi ada yang senang melakukan atraksi-atraksi tertentu, misalnya menusuk, memukul diri dengan besi lalu ia memanggil ya jaddah (wahai eyang) sehingga ia tidak sakit atau terluka. Sebagian orang jahil menyangka bahwa ini adalah karamah padahal tidak lain adalah istidraj (pemberian yang menjerumuskan).

Orang-orang Sufi meyakini metode kasyf untuk menyingkap perkara-perkara ghaib. Padahal tidak ada yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah sebagaimana Firman Nya, yang artinya: "Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan." (QS. 27:65).

Orang Sufi berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Salam diciptakan oleh Allah dari NurNya. Kemudian dari Nur Muhammad diciptakan alam ini. Sedang Al Qur'an menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Salam adalah manusia biasa yag diberi wahyu, dalam artian bahwa beliau anak turun Nabi Adam yang diciptakan dari tanah dan terlahir melalui seorang ibu. Firman Allah, artinya: "Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa". (QS. 18:110).

Kaum Sufi punya keyakinan bahwa dunia dan seisinya diciptakan karena Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Salam padahal Allah telah berfirman bahwa jin dan manusia diciptakan adalah untuk beribadah, yang artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku". (QS. 51:56) Ajaran Sufisme juga meyakini bahwa seseorang bisa melihat Allah ketika di dunia. Sedang Al Qur'an menyangkal semua ini. Sebagaimana kisah Nabi Musa yang ingin melihat Allah, artinya: " Rabb berfirman: "Kamu sekali-kali tak sanggup untuk melihatKu, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. (QS. 7:143) Diantara orang Sufi ada yang mengaku bisa bertemu Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Salam (setelah beliau meninggal) dalam keadaan terjaga atau sadar penuh. Ini adalah sesuatu kedustaan, karena Al Qur'an menjelaskan bahwa alam barzah itu terdinding sehingga tidak mungkin orang yang telah meninggal kembali lagi ke dunia, Firman Allah, artinya: "Dan di hadapan mereka(yang telah meninggal) ada dinding sampai hari mereka dibangkitan." (QS. 23:100)

Sebagian penganut tasawwuf ada yang mengaku bahwa ia mendapat ilmu langsung dari Allah tanpa melalui Rasul Shallallaahu 'alaihi wa Salam. Ibnu Arabi mengatakan: "Dan dikalangan kami ada yang mengambil ilmu langsung dari Allah, maka ia menjadi pengganti Allah (khali-fatullah)." Ini adalah ucapan yang batil, karena Al Qur'an menjelaskan bahwa perintah dan larangan Allah disampikan melalui RasulNya, sebagaimana firman-Nya, yang artinya: "Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu." (QS. 5:67) Kemudian seseorang tidak akan mungkin jadi pengganti Allah, karena Allah tidak akan bisa lupa atau terlengah dalam mengawasi makhlukNya, justru Allahlah yang menjadi pengganti dalam menjaga keluarga kita, ketika kita sedang safar (bepergian) oleh karena itu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam mengajarkan do'a: "Ya Allah Engkaulah teman dalam safar dan pengganti dalam kelaurga." (HR. Muslim) Kaum sufi merayakan maulid dengan berkumpul dan menamakannya Majlis Shalawat Nabi. Sebagian mereka beri'tiqad bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam datang dalam acara tersebut dan bisa menolong mereka.

Kebanyakan orang sufi bersusah payah menyiapkan bekal dan uang, sekedar untuk menziarahi kubur tertentu dan bertabaruk (mencari berkah) di sana, dan ada pula yang menyembelih binatang atau thawaf. Ini melanggar larangan Rasul Shallallaahu 'alaihi wa Salam, dalam sebuah sabdanya, yang artinya: "Tidak boleh bersusah payah menyiapkan bekal untuk berpergian kecuali ke tiga masjid : Masjidil Haram, Masjdku ini (Nabawi), dan Masjidil Aqsha." (Muttafaq 'Alaih). Yang dimaksud bepergian dalam hadits di atas adalah dalam rangka ibadah atau mendatangi tempat-tempat yang dianggap mulia. Kaum Sufi sangat fanatik dengan perkataan syaiknya (gurunya), walaupun terkadang ucapan itu tidak sesuai dengan sabda Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam. Firman Allah, artinya: " Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah." (QS. 49:1).

Kaum sufi banyak menggunakan Thalasim (rajah), huruf-huruf, dan angka-angka dalam memilih (baca: meramal), juga ada yang menggunakan jimat dan pengasihan. Ini termasuk perbuatan Arraf (tukang ramal) yang berbuat kesyirikan. Kaum sufi senang membikin-bikin shalawat yang isinya terkadang mengandung kemusyrikan dan jarang menggunakan shalawat yang telah diajarkan oleh Rasulullah.

5 Prinsip dalam Menyikapi Faham Islam Liberal

Agama atau "dien" di dalam Bahasa Arab berarti aturan yang dipatuhi dan dijadikan sebagai jalan hidup। Ber-agama, katakanlah beragama Islam, itu artinya kita memilih dan menjadikan Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , sebagai pedoman atau jalan hidup yang kita tempuh dan kita patuhi selama menjalani kehidupan di dunia ini. Kita patuhi segala aturan dan ajarannya dengan penuh kesadaran, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan kolektif (masyarakat). 

Memilih Islam sebagai jalan hidup itu juga berarti kita rela dengan segala konsekwensinya, kita yakini dengan sepenuh hati dan penuh kesadaran jiwa dan akal akan apa yang diperin tahkan kepada kita untuk diyakini, dan kita laksanakan semua perintah-perintahnya dengan penuh kesadaran pula, dan kita jauhi larang-larangnya dengan penuh keikhlasan dan ketulus-an hati kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala । Maka seorang muslim yang baik adalah muslim yang selalu memelihara dan menjaga komitmennya kepada keyakinannya, dan tetap berpegang teguh kepada pendirian dan keyaki-nannya sebagaimana tercermin di dalam ajaran Islam yang ia anut, apa pun resikonya। Itulah arti dari memilih Islam sebagai agama dan the way of life (jalan kehidupan).

Berikut ini beberapa prinsip dasar yang harus tetap kita yakini dan kita pelihara di tengah dahsyatnya kecamuk golombang pemikiran yang sesat dan menyesatkan yang dihembuskan oleh sekelompok orang yang tergabung dalam lingkaran syetan JIL (Jaringan Islam Liberal), pengusung faham Islam Inklusif atau pun Pluralisme, mereka berkeyakinan, bahwa semua agama adalah sama, tidak boleh mengatakan agama sendiri (Islam) yang benar, sebab semuanya adalah benar, semua menuju Tuhan, hanya penamaan Tuhan dan cara beribadahnya saja yang berbeda.

Dengan memahami prinsip-prinsip dasar agama Islam, mudah-mudahan kita tidak akan mudah diombang-ambingkan oleh syubhat/kerancuan yang mereka lontarkan, insya Allah. Prinsip-prinsip dasar yang dimaksud yakni: Prinsip pertama; Kita meyakini dengan sepenuh hati dan seyakin-yakinnya, bahwa hanya Allah yang berhak kita sembah. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Tidak ada sesuatu apa pun yang menyerupai-Nya. Prinsip ini jelas manafikan segala macam sesembahan dan obyek ibadah selain Allah, maka penamaan Tuhan (ilah) yang tidak berdasarkan keterangan yang dijelaskan sendiri oleh Allah dan Rasulullah adalah batil. Itu tidak lebih sebagaimana yang dikatakan Allah "asma' sammaitumuha antum wa abaukum" sebutan (nama-nama) Tuhan yang kalian dan moyang kalian julukkan, sama sekali tidak ada hujjah dan sulthan (kekuatan argumen) atasnya. Oleh karena itu, menamakan Allah dengan nama Brahma atau Kristus misalnya, serta beribadah kepadanya, maka jelas merupakan kebatilan, karena yang demikian bertentangan dengan prinsip tauhid atau keesaan Allah. Berbeda halnya ketika umat Islam menyebut ar-Rahman atau ar-Rahim, maka yang dituju dan dimaksud tetap Allah juga, karena Allah sendiri telah menyatakan, bahwa Dirinya memiliki nama demikian. Di samping itu, ada masalah yang lebih prinsip lagi yaitu, bahwa masing-masing penyebutan Tuhan di dalam setiap agama memiliki konsep, persepsi dan kaidah yang berbeda-beda yang jelas tidak mungkin bersatu dengan konsep ketauhidannya kaum muslimin. Maka menyamakan prinsip ketuhanan antara Islam dengan agama-agama yang lain, berarti menyamakan Allah dengan ilah-ilah yang lain atau kalau itu diistilahkan dalam Bahasa Arab namanya syirik alias menyekutukan Allah.

Prinsip ke dua ; Kita yakini, bahwa satu-satunya jalan keselamatan yang dapat mengantarkan kita kepada keridhaan Allah adalah menempuh jalan hidup di atas ajaran Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, Shalallaahu alaihi wasalam . Memegang prinsip ini berarti menolak tata cara ibadah yang tidak berdasarkan tuntunan yang dibawa oleh Rasulullah , maka tidak berlaku slogan banyak jalan menuju Roma, namun yang berlaku adalah beribadah hanya kepada Allah dengan cara yang telah diajarkan Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam, inilah makna syahadat la ilaha illallah Muhammad Rasulullah.

Orang Islam tidak akan mungkin menyembah Allah di Pura dengan tata cara ibadah Hindu, meskipun dengan menyebut nama Allah, atau menyembah dewa Brahma, Kristus di dalam masjid. Demikian pula orang Hindu tidak akan mungkin melakukan shalat di masjid, meskipun dengan menyebut Tuhan mereka. Jika hal itu sampai dilakukan oleh seorang muslim, maka persaksian la ilaha illallah Muhammad rasulullah dengan sendirinya gugur dan batal, maka pengakuan seribu kali sebagai muslim pun tidak berlaku sebelum ia betaubat serta meninggalkan sesembahan selain Allah dan cara ibadah yang di luar Islam itu. "Sesungguhnya agama (yang diterima) di sisi Allah adalah Islam". (Ali Imran: 19) "Barang siapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali Allah tidak akan menerimanya, dan ia di akhirat kelak termasuk orang-orang yang merugi". (Ali Imran: 85) "Pada hari ini telah Kusempurna-kan bagimu agamamu dan telah Kusem-purnakan atasmu karunia-Ku dan Aku ridha Islam sebagai agama bagi kamu". (al-Ma'idah: 3)

Prinsip ke tiga; Kita yakin dengan sepenuh hati, bahwa Islam telah mewakili dan sekaligus meng-hapus (muhaiminan `alaih) agama-agama yang pernah diturunkan Allah sebelumnya. Dan sebaliknya kita pula meyakini, bahwa agama lain sama sekali tidak dapat dijadikan sebagai jalan menuju keselamatan, sekalipun kata pemeluk-nya merupakan jalan menuju kesela-matan. Karena al-Qur'an, kitab suci kita menginformasikan kepada kita, bahwa ajaran dan kitab suci agama-agama terdahulu (baca: Taurat dan Injil) telah tidak sempurna, mengalami perubahan substansial, diselewengkan (tahrif). Yang demikian itulah yang diajarkan oleh agama Allah. Dan kita wajib meyakini, bahwa siapa saja yang tidak beriman kepada Islam, Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam, dan keesaan Allah (tauhid) yang diajarkan oleh para nabi, adalah kafir dan tempatnya di neraka. Sebab Allah Subhannahu wa Ta'ala. dan Rasul-Nya telah menyatakan demikian! "Demi Allah yang jiwa Muhammad ada dalam genggaman-Nya, tiada seorang Yahudi ataupun seorang Nasrani yang mendengar seruanku ini, lalu ia mati (padahal) tidak beriman kepada ajaranku, melainkan ia adalah penghuni neraka." (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Nabi Shalallaahu alaihi wasalam telah mengisyaratkan bahwa siapa saja dari umat yang dia dakwahi dan atau ia mendengarkan dakwah tersebut, namun tidak mau beriman dengan risalah yang beliau bawa, maka dia pasti menjadi penghuni neraka, tidak peduli Yahudi atau Nashrani. Akan tetapi, meskipun kita meyakini, bahwa Islam adalah jalan satu-satunya yang dapat mengantarkan kita kepada keselamatan, ia tidak boleh dipaksakan kepada non muslim untuk meyakini dan mengamalkan ajarannya, apalagi memaksa mereka supaya memeluknya. Sebab Allah telah menegaskan, “Tidak ada paksaan di dalam agama". Namun tugas yang diembankan kepada kita, yaitu menyampaikan dan menyosialisasikan ajaran Islam adalah harus dan wajib kita lakukan dengan penuh hikmah, pelan-pelan dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk merenung dan berproses secara bertahap.

Prinsip ke empat ; Kita wajib mengafirkan mereka (non muslim) atau menyebut mereka sebagai orang kafir. Karena Allah telah menyatakan kekafiran mereka, sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari Ahlu Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang musyrik, bahwa mereka tidak akan meninggalkan agamanya sebelum datang kepada mere-ka bukti yang nyata". (al-Bayyinah:1) "Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata "sesungguhnya Allah itu ialah "Almasih putra Maryam". (al-Ma`idah: 72). Demikian pula tentang aqidah trinitasnya kaum Nashara, Allah telah menjelaskan dengan gamblang, "Sesungguhnya kafirlah orang- orang yang mengatakan (berkeyakinan) bahwasanya Allah itu salah satu dari yang tiga". (al-Ma`idah:73). Meragukan kekafiran mereka adalah bentuk ketidakpercayaan kepada Allah dan firman-Nya dan wujud ketidakberimanan kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Maka dari itu para ulama menegaskan, bahwa di antara penyebab seseorang itu murtad, keluar dari Islam adalah "Tidak mengafirkan atau meragukan kekafiran orang-orang kafir", yaitu mereka yang dinyatakan oleh Allah sebagai orang kafir. Prinsip ke lima ; Kita tidak boleh melakukan tindakan tidak beradab, anarkisme, pembunuhan, perusakan dan kekerasan terhadap siapa pun, terhadap orang muslim ataupun orang kafir. Selagi orang-orang kafir itu tidak mengganggu atau memerangi kita dalam bentuk apa pun. Bahkan sebaliknya Allah menganjurkan kepada kita agar kita berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka. "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (kafir) yang tidak memerangimu, karena agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sesung-guhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku Adil". (al-Mumtahanah: 8) Rasulullah, Shalallaahu alaihi wasalam pun telah bersabda: "Barang siapa yang mengganggu seorang kafir dzimmi, maka aku adalah musuh-nya di Hari Kiamat kelak". (al-Hadits).

Begitu indahnya ajaran Islam yang kita anut ini! Ajarannya penuh dengan keadilan, kesejukan, keramahan dan ketegasan. Betapa indahnya eksklusifisme yang diajarkannya kepada kita! Ia mengajak kita supaya menjadi muslim yang eksklusif! Muslim yang benar-benar menampakkan jati diri, tidak mengkaburkan diri namun adil dan menjunjung tinggi nilai-nilai budi pekerti yang luhur. Eksklusif tapi tidak anarkis. Eksklusif tapi tidak memaksakan kehendak! Eksklusif tapi tetap bersikap baik terhadap siapa pun selagi tidak disakiti, tidak diganggu dan tidak diperangi! Eksklusif tapi adil! Eksklusif tapi tegas! Eksklusif tapi toleran dengan tidak mencampur baurkan ajaran agamanya dengan ajaran agama lain! Jika demikian, maka kita kaum muslimin harus bangga dengan Islam yang kita anut, harus bangga menjadi seorang muslim yang eksklusif. "Katakanlah, saksikan, bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Islam!"

Kunjungi juga site ini.  Syiar Islam